Selasa, 30 September 2014

Petikkan Nada Hati





  Malam itu sama seperti malam biasanya suasana terasa sunyi sepi, walau terangnya bulan mampu menerangi gelapnya malam. Bintang masih terpaku duduk didepan sebuah kolam renang, ia berharap terangnya bulan malam itu mampu menembus sisi gelap hatinya yang telah lama tak pernah di isi cahaya cinta oleh seorang bidadari. Sudah sering kali Bintang melakukan hal seperti ini puncaknya yaitu 2 tahun yang lalu, saat ia tamat dari bangku SMA. Ada satu kenangan romantik yang tak akan pernah ia lupakan, entah apa yang membuat ia menaruh harapan besar pada sosok wanita yang pernah ia sakiti itu. Tapi itu semua tinggal kenangan, sekarang keberadaan wanita itu tak tau entah dimana.
  Pagi harinya semua anggota keluarga sudah berkumpul di meja makan untuk menyantap sarapan pagi yang telah dihidangkan oleh Bibi Iyem. “Bintang! , Ayah dan Ibu nanti akan berangkat ke Air port jam 09:00 untuk terbang menuju Ukraina, karena Ayah dan Ibu ingin bertemu dengan rekan bisnis Ayah untuk membahas sebuah proyek besar. Dengan wajah datar Bintang mengangguk. Bintang adalah anak satu-satunya walau ia punya segalanya tapi itu semua tak ada artinya bila dibandingkan dengan kasih sayang yang ia inginkan dari kedua orang tuanya. Tapi ia tak seperti anak yang lainnya yang bila tak diperhatikan dan tak pernah mendapat kasih sayang kedua orang tua, akan melakukan hal-hal yang bersifat negatif. Bintang sadar, melakukan hal seperti itu tak akan menyelesaikan masalahnya justru akan menimbulkan masalah yang akan merusak diri dan kehidupannya.
  Bintang rajin beribadah, sholat lima waktu tak pernah ia tinggalkan dan selalu membantu sesama yang kesusahan. Walau hari-harinya selalu terasa sepi karena ditinggal kedua orang tuanya, tapi ia punya Allah yang selalu menjaganya dari kesepian yang teramat panjang. Papa mama berangkat dulu ya Bin  jangan lupa jaga kesehatanmu ya nak, seperti biasanya sebelum  berpergian jauh kedua orang tuanya mencium kening anaknya itu kemudian memeluknya.  Sehabis menyantap sarapan paginya Bintang lansung menuju ke mobilnya untuk berangkat ke kampus, tapi sebelum ia menuju kampus ia mampir dulu ke rumah sahabatnya Detra untuk sama-sama meuju ke kampus. Detra adalah sahabat karib Bintang semasa SMA, semua seluk beluk problema permasalah yang Bintang alami itu semuanya sudah Detra tau.
  Berjarak 60 meter dari rumah Detra tampak terlihat pria bertubuh besar dengan baju khasnya yang ketat dengan celana jeans panjang yang sengaja dibolongkan agar terkesan lebih maco. Mobil Bintang perlahan mendekati pria itu, dengan sedikit jahil Bintang membunyikan klakson mobilnya. Pria itu kemudian berbalik arah “Kampret loe Bin” lirih Detra, “Hahaha” Bintang tertawa. “Ayo cepet naik!” kata Bintang, “Siap komandan!” sahut Detra. Sesampainya di kampus handphone Bintang bergetar, rupanya ada satu panggilan masuk dengan nomor baru.
   Dengan cekatan Bintang langsung menjawab panggilan itu.“Halo benar ini saudara Bintang?” tanya si penelpon, “Iya, ini dengan saya sendiri Bintang!” jawab Bintang, “ maaf Bintang kami dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di Ukraina ingin memberitahuakan bahwa pesawat yang Ayah dan Ibu anda tumpangi hancur setelah ditembaki sebuah rudal misterius, diperkirakan tak ada korban yang selamat” kata si penelpon. Belum habis si penelpon berbicara tanpa sadar sekejap Handphone Bintang pun terjatuh ke tanah sekujur badannya bergetar dan lemas nampak linangan air mata jatuh perlahan pelan. “Bin kamu kenapa?” tanya Detra, “Ayah dan Ibu aku Tra!” jawab Bintang dengan mulut yang terasa kaku untuk berucap, “Iya.. Ayah dan Ibu kamu kenapa?” tanya Detra, “Ayah Ibuku meninggak dunia Det pesawat yang mereka tumpangi ditembaki rudal misterius” jawab Bintang yang sudah tak sanggup membendung kesedihannya, “Innalilahi wainnalilahirojiun” kata Detra.
  Kenapa kedua orang tuaku secepat itu meninggalkanku kenapa tidak aku saja yang mati, “sabar kawan, kita tak tau musibah datangnya kapan!” kata Detra, kemudian merangkul sahabatnya yang lemah tak berdaya itu. Sepuluh tahun berlalu setelah kejadian itu Bintang yang sekarang adalah Bintang yang tegar dan sederhana karena semua harta peninggalan Ayah dan Ibunya ia berikan untuk anak yatim dan fakir miskin. Kini ia tinggal di gubuk tua peninggalan almarhum kakeknya, disana ia sehari hari mencari inspirasi untuk membuat lagu lewat petikkan gitar kesayangannya.
  Terdengar suara handphonenya berbunyi, “Hallo, ini dengan Bintangkan?”, kayaknya Bintang bisa menerka suara ini. Ya dia adalah Detra sudah lama ia tak jumpa lagi dengannya, “Bin ini aku Detra!” kata Detra, “Iya Det aku selalu tanda suaramu kawan, gimana kabarmu skarang?” tanya Bintang, “ Alhamdulilah baik Bin, gimana dengan kamu?”, “Alhamdulillah baik Det”, sekarang aku mengerti arti hidup yang sebenarnya Det, dengan hidup sederhana yang aku jalani sekarang ini. Itulah yang namanya perjuangan kawan, “Oh ya Bin aku punya proyek baru kebetulan aku sekarang jadi menejer disalah satu band” kata Detra, “ Wah sudah sukses rupanya kamu sekarang” sahut Bintang,  “kebetulan band yang aku menejeri ini tak mempunyai gitaris karena gitaris yang dulu sudah keluar dari band itu, apa kamu mau mengganti posisi gitaris itu?” tanya Detra, “wah mau banget aku Det kebetulan sudah banyak lagu yang aku karang sekarang” jawab Bintang,” bagus itu, besok kamu langsung ke kantor ku ya entar aku sms alamatnya!” kata Detra, “siap Pak bos menejer” jawab Bintang.
  Sesampainya di kantor Detra, Bintang lansung dipersilahkan masuk oleh Detra ke tempat kerjanya. “wah gila kamu sekarang uda berubah ya Det” kata  Bintang, “hehehe bisa aja km Bin” jawab Detra. “Tunggu bentar ya disini aku mau manggil band yang kuceritain kemarin”kata Detra, Bintang hanya mengangguk iya. Setelah personil band itu masuk ke ruang kerja Detra ada satu sosok wanita yang membuat Bintang terpaku, ternyata dia adalah sosok wanita yang sudah lama ia cari-cari. Ya dia adalah Citra sosok bidadari yang sering Bintang lamuni dulu, dengan wajah penuh keceriaan Bintang lansung bersalaman dengan Citra.
   Kamu masih inget aku ngak, tanya Bintang, “ya masihlah, kamu ngak berubah ya Bin kamu masih sama seperti yang dulu, jawab Bunga, ”Hehehe kamu ini ada-ada aja “ sahut Bintang dengan sedikit rasa malu. Bintang kemudian mendekati Detra lalu berbisik kecil , “kenapa kamu ngak kasi tau kalo dia ada di band ini” kata Bintang, “hehehe.. ini surprise buat kamu sobat, dia adalah vokalis band ini Bin. Jadi siapa ini Bos menejer pengganti gitaris lama kita, sahut personil band yang lain, “Ini dia perkenalkan namanya Bintang dia sahabat aku semasa SMA, dia yang akan menggantikan posisi gitaris yang kosong”.
  Seiring berjalannya waktu band mereka pun terkenal dan berhasil diterima di masyarakat, banyak lagu-lagu band mereka melejit menjadi hits di Stasiun TV dan Radio. Mereka sering tour ke beberapa kota besar bahkan sampai go Internasional. Tak terasa kedekatan itupun mulai terasa kembali, kini sang bidadari yang dulu sering ia lamuni  berada didekatnya dan benih-benih cinta itupun tumbuh diantara keduanya. Dua tahun kemudian Bintang menikahi bidadari pujaan hatinya itu dan hidup bahagia sebagai pasangan musisi yang romantis.


Jumat, 26 September 2014

Obral dan Obras





  Terik panas matahari menyengat tubuhku disepanjang jalan saat pulang dari sekolah menuju ke rumah. Seperti biasanya hal ini pasti sering dialami semua pelajar sehabis pulang sekolah. Sehabis pulang sekolah ada hal atau ritual yang wajib untuk kita lakukan yaitu tidur siang namun itu semua ngak akan berjalan mulus jika ada gangguan ataupun semacamnya. Sudah kesekian kalinya mungkin Mama menyuruh saya untuk mengantar jahitannya ke tukang jahit namun selalu saja saya tunda, soalnya hal semacam ini selalu saya anggap enteng dan gampang untuk diatur. Tapi ngak seperti biasanya sehabis pulang sekolah itu mungkin sudah tidak ada ampun lagi untuk saya menunda misi yang diberikan Mama untuk saya.

   Mama sangat senang menjahit bahkan banyak keluarga yang minta tolong untuk dijahit bajunya ataupun celananya. Yang membuat misi menghantar jahitan ini ke tukang jahit harus segera dilaksanakan adalah karena baju milik keluarga ini harus dipakai besok dan puncak masalahnya ada pada bagian dalam baju yang harus perlu dirapikan pinggirannya. Sahut saya “Mama, kenapa ngak jahit pinggirannya pake mesin jahit itu aja?”, sahut Mama “Ini mesin jahit manual hasilnya akan tidak rapi dan tidak bagus nanti!”. Tanpa basa basi kunci motorpun saya raih dan bergegas keluar dari rumah.

   Dari luar rumah saat saya bergegas menuju motor terdengar kata-kata Mama yang agak nyaru berbunyi “Jangan lupa bilang bajunya diobras pinggirannya”. Kayaknya ada kata baru yang belum masuk dalam kamus kata-kata saya yaa kata-kata itu adalah obras, terbayang dibenak mungkin obras itu berbagai fariasi kelincahan tangan yang berpacu dengan jarum dan benang yang diatraksikan oleh penjahit agar baju lebih tampak bagus atau semacam bordirlah. Ataupun mungkin obras yang saya bayangkan tidak seperti yang saya duga.

   Tanpa ambil pusing gas motor langsung saya tancap berpacu dengan hembusan angin saya melaju. Sepanjang jalan yang saya lalui tidak ada tukang jahit yang buka entah apa yang membuat para tukang jahit ini tidak membuka tokonya. Mungkin saja juga para tukang jahit ini mempunyai hari libur nasional, sampai ketika saya berhenti disuatu lampu merah. Sambil mengamati kiri dan kanan siapa tau ada tukang jahit yang buka dan mata sayapun tertuju pada satu toko yang berada disudut jalan itu. Lampu hijau pun memancarkan cahaya saya pun dengan cekatan menghampiri toko itu.

   Pada saat saya masuk yang membuat saya malas dan bosan adalah sikap si pemilik toko yang acuh tak acuh dengan pelanggan, padahal sudah jelas pelanggan itu adalah raja. Tapi tetap saja si pemilik toko asyik bercanda dengan seseorang yang jika diperhatiakan dari cara berbicaranya dengan si pemilik toko, pasti itu sahabat karib dari pemilik toko jahit tersebut. Akhirnya setelah saya menunggu sekitar setengah jam si pemilik toko pun mulai bertanya kepada saya.

   Ada yang bisa saya bantu mas, dalam hati saya “ Ini orang..... ah sudahlah”. Oh ini mas, sahut saya langsung. Mau jahit baju ya mas? Ngak pak cuman mau obral baju aja, “Apa? obral” sahut si pemilik toko dengan raut wajah agak nyengir dikit. Maaf mas kami disini ngak ada yang mau beli baju justru ini tempat untuk menjahit baju, mas bisa baca sendiri kan plang yang didepan itu. Iya pak saya tau ini tempat jahit sekejap keringat pun mulai bercucuran badan pun bergetaran, Pikiranpun mulai mengingat kembali kata-kata baru yang dilontarkan Mama tadi sebelum saya pergi.

   Kata-kata itu masih nyasar di otak ini sehingga mau tidak mau harus sedikit dimainkan dengan olahan kata-kata yang mungkin akan membuat si pemilik toko tambah pusing. Dengan kata-kata yang kaku dan gagu saya pun memulai pembicaran ini walaupun rasa malu ini masih ada, jadi gini Pak jahitan Ibu saya ini ingin dirapikan pinggiran yang didalamnya.

   Dari tadi bilangnya dong mas, itu namanya obras. Nah itu dah Pak obras ya obras, syukur saat itu yang ada di toko itu cuman 1 anak buah si pemilik toko dan sahabat si pemilik toko tak bisa dibayangkan jika pada saat saya berkata obral baju banyak pelanggan yang datang ke toko itu malu saya mau saya taruh dimana?. Mas kalo mau bajunya diobras taruh disini dulu soalnya tukang obrasnya jam segini uda pulang, emmm ngak usa dah Pak biar saya balik mau tanya ke Mama saya dulu.  “Oh ya mas kalo gitu” sahut si pemilik toko. Dengan wajah yang datar,lesu,letih saya pun kembali menuju rumah dan siap untuk menghadapi omelan Mama.