Jumat, 26 September 2014

Obral dan Obras





  Terik panas matahari menyengat tubuhku disepanjang jalan saat pulang dari sekolah menuju ke rumah. Seperti biasanya hal ini pasti sering dialami semua pelajar sehabis pulang sekolah. Sehabis pulang sekolah ada hal atau ritual yang wajib untuk kita lakukan yaitu tidur siang namun itu semua ngak akan berjalan mulus jika ada gangguan ataupun semacamnya. Sudah kesekian kalinya mungkin Mama menyuruh saya untuk mengantar jahitannya ke tukang jahit namun selalu saja saya tunda, soalnya hal semacam ini selalu saya anggap enteng dan gampang untuk diatur. Tapi ngak seperti biasanya sehabis pulang sekolah itu mungkin sudah tidak ada ampun lagi untuk saya menunda misi yang diberikan Mama untuk saya.

   Mama sangat senang menjahit bahkan banyak keluarga yang minta tolong untuk dijahit bajunya ataupun celananya. Yang membuat misi menghantar jahitan ini ke tukang jahit harus segera dilaksanakan adalah karena baju milik keluarga ini harus dipakai besok dan puncak masalahnya ada pada bagian dalam baju yang harus perlu dirapikan pinggirannya. Sahut saya “Mama, kenapa ngak jahit pinggirannya pake mesin jahit itu aja?”, sahut Mama “Ini mesin jahit manual hasilnya akan tidak rapi dan tidak bagus nanti!”. Tanpa basa basi kunci motorpun saya raih dan bergegas keluar dari rumah.

   Dari luar rumah saat saya bergegas menuju motor terdengar kata-kata Mama yang agak nyaru berbunyi “Jangan lupa bilang bajunya diobras pinggirannya”. Kayaknya ada kata baru yang belum masuk dalam kamus kata-kata saya yaa kata-kata itu adalah obras, terbayang dibenak mungkin obras itu berbagai fariasi kelincahan tangan yang berpacu dengan jarum dan benang yang diatraksikan oleh penjahit agar baju lebih tampak bagus atau semacam bordirlah. Ataupun mungkin obras yang saya bayangkan tidak seperti yang saya duga.

   Tanpa ambil pusing gas motor langsung saya tancap berpacu dengan hembusan angin saya melaju. Sepanjang jalan yang saya lalui tidak ada tukang jahit yang buka entah apa yang membuat para tukang jahit ini tidak membuka tokonya. Mungkin saja juga para tukang jahit ini mempunyai hari libur nasional, sampai ketika saya berhenti disuatu lampu merah. Sambil mengamati kiri dan kanan siapa tau ada tukang jahit yang buka dan mata sayapun tertuju pada satu toko yang berada disudut jalan itu. Lampu hijau pun memancarkan cahaya saya pun dengan cekatan menghampiri toko itu.

   Pada saat saya masuk yang membuat saya malas dan bosan adalah sikap si pemilik toko yang acuh tak acuh dengan pelanggan, padahal sudah jelas pelanggan itu adalah raja. Tapi tetap saja si pemilik toko asyik bercanda dengan seseorang yang jika diperhatiakan dari cara berbicaranya dengan si pemilik toko, pasti itu sahabat karib dari pemilik toko jahit tersebut. Akhirnya setelah saya menunggu sekitar setengah jam si pemilik toko pun mulai bertanya kepada saya.

   Ada yang bisa saya bantu mas, dalam hati saya “ Ini orang..... ah sudahlah”. Oh ini mas, sahut saya langsung. Mau jahit baju ya mas? Ngak pak cuman mau obral baju aja, “Apa? obral” sahut si pemilik toko dengan raut wajah agak nyengir dikit. Maaf mas kami disini ngak ada yang mau beli baju justru ini tempat untuk menjahit baju, mas bisa baca sendiri kan plang yang didepan itu. Iya pak saya tau ini tempat jahit sekejap keringat pun mulai bercucuran badan pun bergetaran, Pikiranpun mulai mengingat kembali kata-kata baru yang dilontarkan Mama tadi sebelum saya pergi.

   Kata-kata itu masih nyasar di otak ini sehingga mau tidak mau harus sedikit dimainkan dengan olahan kata-kata yang mungkin akan membuat si pemilik toko tambah pusing. Dengan kata-kata yang kaku dan gagu saya pun memulai pembicaran ini walaupun rasa malu ini masih ada, jadi gini Pak jahitan Ibu saya ini ingin dirapikan pinggiran yang didalamnya.

   Dari tadi bilangnya dong mas, itu namanya obras. Nah itu dah Pak obras ya obras, syukur saat itu yang ada di toko itu cuman 1 anak buah si pemilik toko dan sahabat si pemilik toko tak bisa dibayangkan jika pada saat saya berkata obral baju banyak pelanggan yang datang ke toko itu malu saya mau saya taruh dimana?. Mas kalo mau bajunya diobras taruh disini dulu soalnya tukang obrasnya jam segini uda pulang, emmm ngak usa dah Pak biar saya balik mau tanya ke Mama saya dulu.  “Oh ya mas kalo gitu” sahut si pemilik toko. Dengan wajah yang datar,lesu,letih saya pun kembali menuju rumah dan siap untuk menghadapi omelan Mama.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar