Terik panas matahari menyengat tubuhku
disepanjang jalan saat pulang dari sekolah menuju ke rumah. Seperti biasanya
hal ini pasti sering dialami semua pelajar sehabis pulang sekolah. Sehabis
pulang sekolah ada hal atau ritual yang wajib untuk kita lakukan yaitu tidur
siang namun itu semua ngak akan berjalan mulus jika ada gangguan ataupun
semacamnya. Sudah kesekian kalinya mungkin Mama menyuruh saya untuk mengantar
jahitannya ke tukang jahit namun selalu saja saya tunda, soalnya hal semacam
ini selalu saya anggap enteng dan gampang untuk diatur. Tapi ngak seperti
biasanya sehabis pulang sekolah itu mungkin sudah tidak ada ampun lagi untuk
saya menunda misi yang diberikan Mama untuk saya.
Mama sangat senang menjahit bahkan banyak
keluarga yang minta tolong untuk dijahit bajunya ataupun celananya. Yang
membuat misi menghantar jahitan ini ke tukang jahit harus segera dilaksanakan
adalah karena baju milik keluarga ini harus dipakai besok dan puncak masalahnya
ada pada bagian dalam baju yang harus perlu dirapikan pinggirannya. Sahut saya
“Mama, kenapa ngak jahit pinggirannya pake mesin jahit itu aja?”, sahut Mama
“Ini mesin jahit manual hasilnya akan tidak rapi dan tidak bagus nanti!”. Tanpa
basa basi kunci motorpun saya raih dan bergegas keluar dari rumah.
Dari luar rumah saat saya bergegas menuju
motor terdengar kata-kata Mama yang agak nyaru berbunyi “Jangan lupa bilang
bajunya diobras pinggirannya”. Kayaknya ada kata baru yang belum masuk dalam
kamus kata-kata saya yaa kata-kata itu adalah obras, terbayang dibenak mungkin
obras itu berbagai fariasi kelincahan tangan yang berpacu dengan jarum dan
benang yang diatraksikan oleh penjahit agar baju lebih tampak bagus atau
semacam bordirlah. Ataupun mungkin obras yang saya bayangkan tidak seperti yang
saya duga.
Tanpa ambil pusing gas motor langsung saya
tancap berpacu dengan hembusan angin saya melaju. Sepanjang jalan yang saya
lalui tidak ada tukang jahit yang buka entah apa yang membuat para tukang jahit
ini tidak membuka tokonya. Mungkin saja juga para tukang jahit ini mempunyai
hari libur nasional, sampai ketika saya berhenti disuatu lampu merah. Sambil
mengamati kiri dan kanan siapa tau ada tukang jahit yang buka dan mata sayapun
tertuju pada satu toko yang berada disudut jalan itu. Lampu hijau pun
memancarkan cahaya saya pun dengan cekatan menghampiri toko itu.
Pada saat saya masuk yang membuat saya malas
dan bosan adalah sikap si pemilik toko yang acuh tak acuh dengan pelanggan,
padahal sudah jelas pelanggan itu adalah raja. Tapi tetap saja si pemilik toko
asyik bercanda dengan seseorang yang jika diperhatiakan dari cara berbicaranya
dengan si pemilik toko, pasti itu sahabat karib dari pemilik toko jahit
tersebut. Akhirnya setelah saya menunggu sekitar setengah jam si pemilik toko
pun mulai bertanya kepada saya.
Ada yang bisa saya bantu mas, dalam hati
saya “ Ini orang..... ah sudahlah”. Oh ini mas, sahut saya langsung. Mau jahit
baju ya mas? Ngak pak cuman mau obral baju aja, “Apa? obral” sahut si pemilik
toko dengan raut wajah agak nyengir dikit. Maaf mas kami disini ngak ada yang
mau beli baju justru ini tempat untuk menjahit baju, mas bisa baca sendiri kan
plang yang didepan itu. Iya pak saya tau ini tempat jahit sekejap keringat pun
mulai bercucuran badan pun bergetaran, Pikiranpun mulai mengingat kembali
kata-kata baru yang dilontarkan Mama tadi sebelum saya pergi.
Kata-kata itu masih nyasar di otak ini
sehingga mau tidak mau harus sedikit dimainkan dengan olahan kata-kata yang
mungkin akan membuat si pemilik toko tambah pusing. Dengan kata-kata yang kaku
dan gagu saya pun memulai pembicaran ini walaupun rasa malu ini masih ada, jadi
gini Pak jahitan Ibu saya ini ingin dirapikan pinggiran yang didalamnya.
Dari tadi bilangnya dong mas, itu namanya
obras. Nah itu dah Pak obras ya obras, syukur saat itu yang ada di toko itu
cuman 1 anak buah si pemilik toko dan sahabat si pemilik toko tak bisa
dibayangkan jika pada saat saya berkata obral baju banyak pelanggan yang datang
ke toko itu malu saya mau saya taruh dimana?. Mas kalo mau bajunya diobras
taruh disini dulu soalnya tukang obrasnya jam segini uda pulang, emmm ngak usa
dah Pak biar saya balik mau tanya ke Mama saya dulu. “Oh ya mas kalo gitu” sahut si pemilik toko.
Dengan wajah yang datar,lesu,letih saya pun kembali menuju rumah dan siap untuk
menghadapi omelan Mama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar